Jumat, 27 September 2013
Allah berfirman: "Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir." (QS Qâf [50]:18)
Kebanyakan dari kita tidak menyadari bahwa apa yang kita ucapkan akan ada catatannya. Kita seenaknya saja berkata-kata. Bahkan terkadang kita mengeluarkan kata-kata yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya. Alih-alih bisa menyejukkan hati orang yang mendengarnya, kata-kata yang keluar dari mulut kita kebanyakan kata-kata yang bisa menjadikan hati membatu, lebih jauhnya lagi memicu permusuhan dan pertengkaran. Baik kita melakukannya secara langsung maupun melalui alat-alat komunikasi.
Sekarang ini, tidak sedikit orang yang dijebloskan ke penjara hanya gara-gara menuliskan sebuah kalimat di jejaring sosial yang mengandung pelecehan. Di dunia saja kata-kata yang kita ucapkan sudah diperhitungkan orang lain, apalagi di akhirat kelak. Ingat pepatah mengatakan “mulutmu adalah harimaumu.” Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai menjaga lisan kita. Jika lisan kita terjaga maka kita akan selamat.
Islam telah memberikan peraturan kepada kita dalam segala aspek kehidupan. Termasuk dalam cara berbicara atau berkomunikasi. Rasulullah Saw. Mengaitkan kesempurnaan iman seseorang dengan perkataan yang keluar dari lisannya. Beliau bersabda: "Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diamlah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Perkataan yang baik adalah perkataan yang mengandung hikmah dan bisa mendekatkan diri kepada Allah. Dan contoh terbaik yang bisa kita ikuti dalam bertutur adalah Rasulullah Saw, para sahabat dan salafushalih. Ada beberapa etika yang harus kita perhatikan dalam berbicara atau bercakap-cakap dengan orang lain. Dalam al-Wafi disebutkan beberapa etika berbicara, diantaranya:
#1 Hendaklah kita membicarakan sesuatu yang bermanfaat, dan menahan diri dari pembicaraan yang mengandung sesuatu yang diharamkan. Allah Swt berfirman: "Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna," (Qs al-Muminûn [23]:3). Lagha dalam ayat ini maksudnya adalah perkatataan/pembicaraan yang bathil, seperti ghibah, namimah, dan sebagainya.
#2 Hendaklah kita tidak banyak membicarakan hal-hal yang mubah, karena akan menjurus kepada sesuatu yang haram dan makruh. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian banyak berkata-kata kecuali perkataan yang mengandung dzikrullah, karena banyak berkata-kata yang tidak mengandung dzikrullah akan membuat hati membatu, sedangkan sejauh-jauhnya manusia adalah orang yang keras hatinya.” (HR Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar).
Dalam sebuah riwayat ‘Umar ra.berkata,”Siapa saja yang banyak berbicara/berkata-kata maka akan sering pula ia tergelincir, siapa saja yang banyak tergelincir maka akan banyak pula dosanya, dan siapa saja yang dosanya maka nerakalah tempat yang lebih utama baginya.”
#3 Hendaklah kita berbicara sesuai dengan kebutuhan, atau dalam rangka menerangkan kebenaran, dan amar makruf nahyi mungkar, sehingga diharapkan dari hal tersebut kita dapat mengambil pelajaran berupa sifat-sifat yang mulia dan meninggalkan perbuatan maksiat, karena jika diam/ tidak banyak mengomentari kebenaran dengan komentar yang bukan-bukan maka setan pun akan termangu dan tidak akan bisa berbuat banyak.
Itulah beberapa di antara etika berbicara yang harus kita perhatikan. Apalagi di zaman sekarang ini, kebanyakan orang lebih senang membicarakan sesuatu yang sia-sia dan lebih nyaman mendengarkan syair-syair yang tidak bermutu daripada mendengarkan ayat-ayat suci dan menyebut-nyebut asma Allah. Sehingga peluang untuk mendapatkan rahmat Allah terasa sangat jauh. Dengan menjaga lisan kita dan membiasakannya untuk mengeluarkan kata-kata yang bermakna dan bermanfaat maka kita memiliki peluang yang sangat besar meraih keridoan dan rahmat-Nya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar